MAKALAH
Tentang
“ Akuntansi
Menurut Pandangan Islam ”
OLEH
Nama :
Npm :
Semester :
BADAN LAYANAN UMUM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
(BLU-STAIM)
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Akuntansi adalah
suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan
data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat
digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk
pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.
Akuntansi
berasal dari kata asing accounting yang artinya bila diterjemahkan ke dalam
bahasa indonesia adalah menghitung atau mempertanggungjawabkan. Akuntansi
digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis di seluruh dunia untuk mengambil
keputusan sehingga disebut sebagai bahasa bisnis.
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana
Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan apa yang ditulis itu, dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akal atau lemah keadaannya atau dia
sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakan
dengan jujur……………dan seterusnya. (QS. Albaqarah ayat 282
Mungkin belum banyak orang yang mengetahui bahwa Akuntansi yang
merupakan cabang ilmu ekonomi yang saat ini sangat pesat perkembangannya
disemua sektor baik swasta maupun publik, ternyata konsep dasarnya telah
diperkenalkan oleh Al- Quran, jauh sebelum Lucas Pacioli (dikenal dengan “Bapak
Akuntansi”) memperkenalkan konsep akuntasi double-entry
bookkeeping dalam salah satu buku yang ditulisnya pada tahun 1494.
Hal ini dapat dilihat berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 282 di atas,
Allah secara garis besar telah menggariskan konsep akuntansi yang menekankan
pada pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Tujuan perintah dalam
ayat tersebut jelas sekali untuk menjaga keadilan dan kebenaran yang menekankan
adanya pertanggung jawaban. Dengan kata lain, Islam menganggap bahwa
transaksi ekonomi (muamalah) memiliki
nilai urgensi yang sangat tinggi, sehingga adanya pencatatan dapat dijadikan
sebagai alat bukti (hitam di atas putih), menggunakan saksi (untuk transaksi
yang material) sangat diperlukan karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu
mengingkari perjanjian yang telah dibuat. Untuk itulah pembukuan yang
disertai penjelasan dan persaksian terhadap semua aktivitas ekonomi keuangan
harus berdasarkan surat-surat bukti berupa: faktur, nota, bon kuitansi atau
akta notaries untuk menghindari perselisihan antara kedua belah pihak. Dan
tentu saja adanya sistem pelaporan yang komprehensif akan memantapkan manajemen
karena semua transaksi dapat dikelola dengan baik sehingga terhindar dari
kebocoran-kebocoran. Menariknya lagi, penempatan ayat tersebut sangat relevan dengan
sifat akuntansi, karena ditempatkan pada surat Al-Baqarah yang berarti sapi
betina yang sebenarnya merupakan lambang komoditas ekonomi.
Akuntansi (accounting)
sendiri dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-muhasabah. Dalam konsep Islam, akuntansi termasuk
dalam masalah muamalah, yang berarti
dalam masalah muamalah pegembangannya
diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia.
Pada perkembagangan selanjutnya, konsep-konsep
praktik akuntansi Islam pada saat ini mulai berkembang dengan pesat. Bahkan
di Indonesia, konsep tersebut telah teruji pada saat krisis moneter melanda
Indonesia pada tahun 1998. Hal ini terbukti Bank yang mengunakan konsep
akuntansi syariah ternyata lebih bertahan menghadapi krisis ekonomi,
dibandingkan dengan Bank umum lainnya. Tercatat pada saat ini banyak
lembaga-lembaga keuangan Islam, seperti: Bank Syariah, perusahaan asuransi (takafful), dana reksa syariah dan
leasing syariah.
Adapun prinsip akuntansi syariah yang
diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
q Transakasi yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
q Transaksi yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna.
q Transaksi yang menggunakan prinsip sewa, seperti ijarah
q Transaksi yang mengunakan prinsip titipan, seperti wadiah
q Transaksi yang menggunakan prinsip penjaminan, seperti rahn
Karakteristik perbedaan antara prinsip akuntansi
syariah dengan akuntansi konvensional adalah akuntansi syariah tidak mengenal
riba dalam prakteknya, tidak mengenal konsep time-value of money, uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi
yang diperdagangkan serta menggunakan konsep bagi hasil. Hal ini
sejalan dengan konsep Islam seperti yang tercantum dalam Al-Quran
(2:275-281), dimana Allah telah menjelaskan tentang hukum riba dan akibatnya
bagi orang yang memakan riba, dan agar terhindar dari riba dianjurkan
menunaikan zakat. Selain itu dalam ayat
lain (QS, 2:283) dalam bermuamalah dapat dilakukan
dalam perjalanan, dan hal ini menuntut adanya pembuktian agar suatu waktu
hendak menagih memiliki bukti yang cukup atau adanya barang yang dibawa senilai
barang dagangan yang ditinggalkan (borg).
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam akuntansi
berdasarkan perspektif Islam adalah dalam rangka menyajikan laporan keuangan
secara benar sehingga diperoleh informasi yang akurat sebagai dasar perhitungan
zakat. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah akuntansi
sebagai bukti tertulis yang dapat dipertanggug jawabkan dikemudian hari. Pesan ini jelas dapat dilihat pada akhir
surat (QS 2:283) tersebut.
“….dan
bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu….”
Pesan ini ini mengisyaratkan bahwa Allah
senantiasa menganjurkan untuk bertakwa (takut kepada Allah) dalam menjalankan
kegiatan apapun termasuk dalam menjalankan pekerjaan akuntansi, dan membuktikan
bahwa Allah senantiasa memberi petunjuk dalah hal-hal yang bermanfaat bagi
manusia. Terbukti pada saat Al-Quran diturunkan, kegiatan muamalah belum
sekomplek sekarang. Namun demikian Allah telah mengajarkan untuk
melakukan pencatatan (akuntansi/al-muhasabah), menganjurkan adanya bukti dan
kesaksian hingga lahirlah seperti sekarang ini adanya notaris, pengacara,
akuntan dan sebagainya supaya terhindar dari masalah.
A.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pandangan Islam terhadap ilmu akuntansi ?
2.
Mengetahui prinsip akuntansi syariah
3.
Mengetahui akuntansi dalam perspektif Islam
4. Nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi
syariah
B. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulis adalah untuk
memenuhi tugas dalam mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, selain itu
juga ada beberapa tujuan diantaranya :
a.
Mengetahui lebih jauh
tentang pandangan Islam terhadap
ilmu akuntansi.
b.
Untuk menambah
wawasan dan pengalaman kami sebagai mahasiswa/ i
C.
Manfaat
1.
Meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang pengaruh
Islam terhadap ilmu akuntansi.
2.
Meningkatkan rasa disiplin dan tanggung jawab dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan
oleh dosen.
3. Sebagai bahan bacaan dan acuan bagi diri
sendiri serta teman-teman mahasiswa disemua jurusan.
D. Teknik Analisis
1. Deskriptif
Teknik analisis yang digunakan dalam paper ini
adalah deskriptif, yaitu metode analisis yang memberikan keterangan berupa
uraian dalam menganalisa data serta membandingkannya dengan refrensi yang kami
temuka
BAB II
HASIL
DAN PEMBAHASAN
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan hendaklah seorang penulis diantara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan apa yang ditulis itu, dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada utangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah
akal atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka
hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur……………dan seterusnya. (QS.
Albaqarah ayat 282
Mungkin belum banyak orang yang mengetahui bahwa
Akuntansi yang merupakan cabang ilmu ekonomi yang saat ini sangat pesat
perkembangannya disemua sektor baik swasta maupun publik, ternyata konsep
dasarnya telah diperkenalkan oleh Al- Quran, jauh sebelum Lucas Pacioli
(dikenal dengan “Bapak Akuntansi”) memperkenalkan konsep akuntasi double-entry bookkeeping dalam salah
satu buku yang ditulisnya pada tahun 1494. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan Surat Al-Baqarah ayat 282 di atas, Allah secara garis besar
telah menggariskan konsep akuntansi yang menekankan pada pertanggungjawaban
atau akuntabilitas. Tujuan perintah dalam ayat tersebut jelas
sekali untuk menjaga keadilan dan kebenaran yang menekankan adanya pertanggung
jawaban. Dengan kata lain, Islam menganggap bahwa transaksi ekonomi (muamalah) memiliki nilai urgensi yang
sangat tinggi, sehingga adanya pencatatan dapat dijadikan sebagai alat bukti
(hitam di atas putih), menggunakan saksi (untuk transaksi yang material) sangat
diperlukan karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu mengingkari perjanjian
yang telah dibuat. Untuk itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan
persaksian terhadap semua aktivitas ekonomi keuangan harus berdasarkan
surat-surat bukti berupa: faktur, nota, bon kuitansi atau akta notaries untuk
menghindari perselisihan antara kedua belah pihak. Dan tentu saja adanya sistem
pelaporan yang komprehensif akan memantapkan manajemen karena semua transaksi
dapat dikelola dengan baik sehingga terhindar dari kebocoran-kebocoran.
Menariknya lagi, penempatan ayat tersebut sangat relevan dengan sifat
akuntansi, karena ditempatkan pada surat Al-Baqarah yang berarti sapi betina
yang sebenarnya merupakan lambang komoditas ekonomi.
Akuntansi (accounting)
sendiri dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-muhasabah. Dalam konsep Islam, akuntansi termasuk
dalam masalah muamalah, yang berarti
dalam masalah muamalah pegembangannya
diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia.
Pada perkembagangan selanjutnya, konsep-konsep
praktik akuntansi Islam pada saat ini mulai berkembang dengan pesat.
Bahkan di Indonesia, konsep tersebut telah teruji pada saat krisis moneter
melanda Indonesia pada tahun 1998. Hal ini terbukti Bank yang mengunakan
konsep akuntansi syariah ternyata lebih bertahan menghadapi krisis ekonomi,
dibandingkan dengan Bank umum lainnya. Tercatat pada saat ini banyak
lembaga-lembaga keuangan Islam, seperti: Bank Syariah, perusahaan asuransi (takafful), dana reksa syariah dan
leasing syariah.
Adapun prinsip akuntansi syariah yang
diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
q Transakasi yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
q Transaksi yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna.
q Transaksi yang menggunakan prinsip sewa, seperti ijarah
q Transaksi yang mengunakan prinsip titipan, seperti wadiah
q Transaksi yang menggunakan prinsip penjaminan, seperti rahn
Karakteristik perbedaan antara prinsip akuntansi
syariah dengan akuntansi konvensional adalah akuntansi syariah tidak mengenal
riba dalam prakteknya, tidak mengenal konsep time-value of money, uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi
yang diperdagangkan serta menggunakan konsep bagi hasil. Hal ini
sejalan dengan konsep Islam seperti yang tercantum dalam Al-Quran
(2:275-281), dimana Allah telah menjelaskan tentang hukum riba dan akibatnya
bagi orang yang memakan riba, dan agar terhindar dari riba dianjurkan
menunaikan zakat. Selain itu dalam ayat
lain (QS, 2:283) dalam bermuamalah dapat dilakukan
dalam perjalanan, dan hal ini menuntut adanya pembuktian agar suatu waktu
hendak menagih memiliki bukti yang cukup atau adanya barang yang dibawa senilai
barang dagangan yang ditinggalkan (borg).
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam akuntansi
berdasarkan perspektif Islam adalah dalam rangka menyajikan laporan keuangan
secara benar sehingga diperoleh informasi yang akurat sebagai dasar perhitungan
zakat. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah akuntansi
sebagai bukti tertulis yang dapat dipertanggug jawabkan dikemudian hari. Pesan ini jelas dapat dilihat pada akhir
surat (QS 2:283) tersebut.
“….dan
bertakwalah kepada Allah, Allah mengajarmu dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu….”
Benarkah ilmu akuntansi ada dalam Islam?
Paertanyaan ini begitu menggelitik, karena agama sebagaimana dipahami banyak
kalangan, hanyalah kumpulan norma yang lebih menekankan pada persoalan moralitas.
Dan karenanya prinsip-prinsip kehidupan praktis yang mengatur tata kehidupan
modern dalam bertransaksi yang diatur dalam akuntansi, tidak masuk dalam
cakupan agama. Anggapan terhadap akuntansi Islam (akuntansi yang berdasarkan
syariah Islam) wajar saja dipertanyakan orang. Sama halnya pada masa lalu orang
meragukan dan mempetanyakan seperti apakah ekonomi islam.
Jika kita mengkaji lebih jauh dan mendalam
terhadap sumber dari ajaran Islam –Al-Qur’an dan Ahlul Bayt– maka kita akan
menemukan ayat-ayat maupun hadits-hadits yang membuktikan bahwa Islam juga
membahas ilmu akuntansi.
Agama diturunkan untuk menjawab persoalan manusia,
baik dalam tataran makro maupun mikro.. Ajaran agama memang harus dilaksanakan
dalam segala aspek kehidupan.
Dari Normatif ke Teoritis
Dalam pelaksanaannya, ajaran agama sebagai
“pesan-pesan langit” perlu penerjemahan dan penafsiran. Inilah masalah pokoknya
: “membumikan” ajaran langit. Di dunia, agama harus dicari relevansinya
sehingga dapat mewarnai tata kehidupan budaya, politik, dan sosial-ekonomi
umat. Dengan demikian, agama tidak melulu berada dalam tataran normatif saja.
Karena Islam adalah agama amal. Sehingga penafsirannya pun harus beranjak dari
normatif menuju teoritis-keilmuan yang faktual.
Eksistensi akuntansi dalam Islam dapat kita lihat
dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat
282, dibahas masalah muamalah. Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli,
utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam
telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya
adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara
kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah. Dalam bahasa akuntansi lebih
dikenal dengan accountability.
Wacana Akuntansi Syariah
Akuntansi konvensional yang sekarang berkembang
adalah sebuah disiplin dan praktik yang dibentuk dan membentuk lingkungannya.
Oleh karena itu, jika akuntansi dilahirkan dalam lingkungan kapitalis, maka
informasi yang disampaikannyapun mengandung nilai-nilai kapitalis. Kemudian
keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil pengguna informasi tersebut juga
mengandung nilai-nilai kapitalis. Singkatnya, informasi akuntansi yang
kapitalistik akan membentuk jaringan kuasa yang kapitalistik juga. Jaringan
inilah yang akhirnya mengikat manusia dalam samsara kapitalisme.
Bila diperhatikan, budaya dan nilai-nilai yang
berkembang dalam masyarakat Islam dan barat terdapat perbedaan yang sangat
besar. Dalam masyarakat Islam terdapat sistem nilai yang melandasi setiap
aktivitas masyarakat, baik pribadi maupun komunal. Hal ini tidak ditemukan
dalam kehidupan masyarakat barat. Perbedaan dalam budaya dan sistem nilai ini
menghasilkan bentuk masyarakat, praktik, serta pola hubungan yang berbeda pula.
Tujuan akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis dengan
wawasan humanis, emansipatoris, transendental, dan teologis. Dengan akuntansi
syariah, realitas sosial yang dibangun mengandung nilai tauhid dan ketundukan
kepada ketentuan Allah swt.
Dengan demikian pengembangan akuntansi Islam, nilai-nilai kebenaran,
kejujuran dan keadilan harus diaktualisasikan dalam praktik akuntansi. Secara
garis besar, bagaimana nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi syariah dapat
diterangkan.
1. Akuntan
muslim harus meyakini bahwa Islam sebagai way of life (Q.S. 3 : 85).
2. Akuntan harus
memiliki karakter yang baik, jujur, adil, dan dapat dipercaya (Q.S. An-Nisa :
135).
3. Akuntan
bertanggung jawab melaporkan semua transaksi yang terjadi (muamalah) dengan
benar, jujur serta teliti, sesuai dengan syariah Islam (Q.S. Al-Baqarah : 7 –
8).
4. Dalam
penilaian kekayaan (aset), dapat digunakan harga pasar atau harga pokok.
Keakuratan penilaiannya harus dipersaksikan pihak yang kompeten dan independen
(Al-Baqarah : 282).
5. Standar
akuntansi yang diterima umum dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan
dengan syariah Islam.
6. Transaksi
yang tidak sesuai dengan ketentuan syariah, harus dihindari, sebab setiap
aktivitas usaha harus dinilai halal-haramnya. Faktor ekonomi bukan alasan
tunggal untuk menentukan berlangsungnya kegiatan usaha.
Konsepsi
Pelaporan Keuangan
Karena akuntansi konvensional yang dikenal saat ini diilhami dan
berkembang berdasarkan tata nilai yang ada dalam masyarakat barat, maka
kerangka konseptual yang dipakai sebagai dasar pembuatan dan pengambangan
standar akuntansi berpihak kepada kelompok kepentingan tertentu.
Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi.
Agar informasi keuangan yang disajikan bermanfaat bagi para pemakai, maka
proses penyajiannya harus berdasarkan pada standar akuntansi yang berlaku.
Dalam merumuskan standar akutansi, diperlukan acuan teoritikal yang dapat
diterima umum, sehingga standar akuntansi yang diterapkan dapat digunakan untuk
mengevaluasi praktik akuntansi yang berlangsung. Acuan teoritikal ini disebut
kerangka konseptual penyusunan laporan keuangan.
Fenomena kegagalan akuntansi konvensional dalam memenuhi tuntutan
masyarakat akan informasi keuangan yang benar, jujur dan adil, meningkatkan
kesadaran di kalangan intelektual muslim akan perlunya pengetahuan akuntansi
yang islami. Perumusan kembali kerangka konseptual pelaporan keuangan dengan
mendasarkan pada prinsip kebenaran, kejujuran dan keadilan menjadi sangat
mendesak untuk dilakukan. Mengingat akuntansi syariah sesuai dengan fitrah
(kecenderungan) manusia yang menghendaki terwujudnya kehidupan bermasyarakat
yang menjunjung tinggi etika dan tanggung jawab sosial.
Islam yang disampaikan Rasulullah saww melingkupi seluruh alam yang
tentunya mencakup seluruh umat manusia. Di sinilah perbedaan antara paham akuntansi konvensional dengan akuntansi
syariah. Paham akuntansi konvensional hanya mementingkan kaum pemilik modal
(kapitalis), sedangkan akuntansi syariah bukan hanya mementingkan manusia saja,
tetapi juga seluruh makhluk di alam semesta ini.
Namun apabila kita pelajari “Sejarah
Islam” ditemukan bahwa
setelah munculnya Islam di Semananjung Arab di bawah pimpinan Rasulullah SAW
dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang kemudian di lanjutkan oleh
para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang diterapkan untuk
perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak
pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri
pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk
menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul
amwal” (pengawas
keuangan). Bahkan Al Quran sebagai kitab suci umat Islam menganggap masalah ini
sebagai suatu masalah serius dengan diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah
Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-fungsi pencatatan transaksi,
dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang diterangkan oleh
kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut. Sebagaimana pada
awal ayat tersebut menyatakan
“Hai,
orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang
penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”
Dengan demikian, dapat kita saksikan dari sejarah,
bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran
telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca
Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu
informasi yang mencoba mengkonversi bukti dan data menjadi informasi dengan
cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi dan akibatnya yang
dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva, utang,
modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus
mengukur secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang
untuk menuntut keadilan ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang
lain kita menguranginya. Dalam hal ini, Al Quran menyatakan dalam berbagai
ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184 yang berbunyi:”Sempurnakanlah
takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan dan timbanglah
dengan timbangan yang lurus.
“Dan
janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah
menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar)
tersebut, menurut Umer Chapra juga menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal
pendapatan, biaya, dan laba perusahaan, sehingga seorang Akuntan wajib mengukur
kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan akan menyajikan sebuah laporan
keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam sebuah organisasi yang
dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk sebelumnya.
Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan
motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan
membonceng kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang
melakukan pemeriksaaan atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan
strategi pemeriksaan ini dipelajari dan dijelaskan dalam Ilmu Auditing.
Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam Surah
Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman,
jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan
teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al
Quran, kita harus menyempurnakan pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang
disajikan dalam Neraca, sebagaimana digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35
yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan
timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.”
Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan,
bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai
kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari
sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai aturan oleh seorang
Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis, pengukuran,
pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu
kejadian atau peristiwa.
Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari
Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu
peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan
Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus
yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi
Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu
sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan
Akuntansi tersebut.
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan
Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
- Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
- Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
- Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal;
- Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang;
- Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya);
- Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan;
- Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut Husein Syahatah, dalam buku
Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam, antara lain, terdapat pada hal-hal sebagai
berikut:
- Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku, dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
- Modal dalam konsep akuntansi konvensional terbagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock), selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
- Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau sebagi sumber harga atau nilai;
- Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan resiko;
- Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal, mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada, dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
Dengan demikian, dapat diketahui, bahwa perbedaan antara
sistem Akuntansi Syariah Islam dengan Akuntansi Konvensional adalah menyentuh
soal-soal inti dan pokok, sedangkan segi persamaannya hanya bersifat
aksiomatis.
Menurut, Toshikabu Hayashi dalam tesisnya yang berjudul “On Islamic Accounting”, Akuntansi Barat (Konvensional) memiliki sifat yang dibuat sendiri
oleh kaum kapital dengan berpedoman pada filsafat kapitalisme, sedangkan dalam
Akuntansi Islam ada “meta
rule” yang berasal diluar konsep akuntansi yang
harus dipatuhi, yaitu hukum Syariah yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan
manusia, dan Akuntansi Islam sesuai dengan kecenderungan manusia yaitu “hanief” yang menuntut agar perusahaan juga memiliki etika dan tanggung
jawab sosial, bahkan ada pertanggungjawaban di akhirat, dimana setiap orang
akan mempertanggungjawab kan tindakannya di hadapan Tuhan yang memiliki Akuntan
sendiri (Rakib dan Atid) yang mencatat semua tindakan manusia bukan saja pada
bidang ekonomi, tetapi juga masalah sosial dan pelaksanaan hukum Syariah
lainnya. Jadi, dapat kita simpulkan dari uraian di atas, bahwa konsep Akuntansi
Islam jauh lebih dahulu dari konsep Akuntansi Konvensional, dan bahkan Islam
telah membuat serangkaian kaidah yang belum terpikirkan oleh pakar-pakar
Akuntansi Konvensional. Sebagaimana yang terjadi juga pada berbagai ilmu
pengetahuan lainnya, yang ternyata sudah diindikasikan melalui wahyu Allah
dalam Al Qur’an.
“……… Dan Kami turunkan
kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk
serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS.An-Nahl)
A. Pengertian
dan Definisi Akuntansi
Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas,
mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan
keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah
dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.
Akuntansi berasal dari kata asing accounting yang artinya bila
diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia adalah menghitung atau
mempertanggungjawabkan. Akuntansi digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis
di seluruh dunia untuk mengambil keputusan sehingga disebut sebagai bahasa
bisnis.
B. Fungsi Akuntansi
Fungsi utama akuntansi adalah sebagai informasi
keuangan suatu organisasi. Dari laporan akuntansi kita bisa melihat posisi
keuangan sutu organisasi beserta perubahan yang terjadi di dalamnya. Akuntansi
dibuat secara kualitatif dengan satuan ukuran uang. Informasi mengenai keuangan
sangat dibutuhkan khususnya oleh pihak manajer / manajemen untuk membantu
membuat keputusan suatu organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/14/akuntansi-dalam-perspektif-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar