Tafsir Ali Imran Ayat 121-132
Ayat
121-122: Keluarnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukmin
bersama Beliau ke perang Uhud
وَإِذْ
غَدَوْتَ مِنْ أَهْلِكَ تُبَوِّئُ الْمُؤْمِنِينَ مَقَاعِدَ لِلْقِتَالِ وَاللَّهُ
سَمِيعٌ عَلِيمٌ (١٢١) إِذْ هَمَّتْ طَائِفَتَانِ مِنْكُمْ أَنْ تَفْشَلا
وَاللَّهُ وَلِيُّهُمَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (١٢٢
Terjemah
Surat Ali Imran Ayat 121-132
121.[1] Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berangkat
meninggalkan keluargamu untuk mengatur orang-orang beriman[2] pada pos-pos pertempuran[3].
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
122.[4] Ketika dua golongan dari pihak kamu[5] ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah
penolong mereka[6]. Karena itu, hendaklah kepada
Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal[7].
Ayat
123-129: Renungan dan nasihat dalam perang Uhud dan Badar, dan bahwa sabar dan
tawakkal kepada Allah adalah pangkal kemenangan
وَلَقَدْ
نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ (١٢٣)إِذْ تَقُولُ لِلْمُؤْمِنِينَ أَلَنْ يَكْفِيَكُمْ أَنْ
يُمِدَّكُمْ رَبُّكُمْ بِثَلاثَةِ آلافٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ مُنْزَلِينَ (١٢٤)
بَلَى إِنْ تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُمْ مِنْ فَوْرِهِمْ هَذَا
يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِ آلافٍ مِنَ الْمَلائِكَةِ مُسَوِّمِينَ (١٢٥)
وَمَا جَعَلَهُ اللَّهُ إِلا بُشْرَى لَكُمْ وَلِتَطْمَئِنَّ قُلُوبُكُمْ بِهِ
وَمَا النَّصْرُ إِلا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ الْعَزِيزِ الْحَكِيمِ (١٢٦) لِيَقْطَعَ
طَرَفًا مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَوْ يَكْبِتَهُمْ فَيَنْقَلِبُوا خَائِبِينَ
(١٢٧) لَيْسَ لَكَ مِنَ الأمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ
يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ (١٢٨) وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الأرْضِ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ
غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٢٩
Terjemah
Surat Ali Imran Ayat 123-129
123.[8] Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam
peperangan Badar[9], padahal kamu dalam keadaan
lemah[10]. Karena itu bertakwalah kepada Allah,
agar kamu mensyukuri-Nya[11].
124.
(ingatlah), ketika kamu (Muhammad) mengatakan kepada orang-orang mukmin[12], "Apakah tidak cukup bagi kamu Allah
membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?"
125.
"Ya" (cukup)[13], jika kamu bersabar[14] dan bertakwa ketika mereka datang menyerang kamu
dengan tiba-tiba, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang
memakai tanda.
126. Dan
Allah tidak menjadikannya (pemberian bala bantuan itu) melainkan sebagai kabar
gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar hatimu tenang karenanya[15]. Dan tidak ada kemenangan itu, selain dari Allah
Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana[16].
127. (Allah
menolong kamu dalam perang Badar dan memberi bantuan) adalah untuk membinasakan
segolongan orang kafir[17], atau untuk menjadikan
mereka hina[18], sehingga mereka kembali tanpa
memperoleh apa-apa[19].
128.[20] Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad)[21], apakah Allah menerima tobat mereka, atau
mengazabnya, karena sesungguhnya mereka orang-orang zalim[22].
129.[23] Dan milik Allah-lah apa yang ada di langit dan
apa yang ada di bumi. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki, dan mengazab
siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ayat
130-132: Bertahap dalam penetapan syariat haramnya riba, ajakan Allah
Subhaanahu wa Ta'aala kepada hamba-hamba-Nya untuk bertobat serta bertakwa
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً
وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (١٣٠) وَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي
أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ (١٣١) وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ
تُرْحَمُونَ (١٣٢
Terjemah
Surat Ali Imran Ayat 130-132
130.[24] Wahai orang-orang yang beriman![25] Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda[26] dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
beruntung.
131.
Peliharalah dirimu dari api neraka[27], yang
disediakan untuk orang-orang kafir.
132. Dan
taatlah kepada Allah dan rasul, agar kamu diberi rahmat.
[1] Hikmah disebutkan kisah perang Uhud dan perang Badar
adalah karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah menjanjikan kemenangan kepada
kaum mukminin jika mereka bersabar dan bertakwa serta akan menghindarkan tipu
daya musuh. Hal ini adalah janji yang umum, di mana janji tersebut tidak akan
meleset jika kaum mukmin mengerjakan syaratnya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala
memberikan contoh dengan perang Badar, saat mereka bersabar dan bertakwa, Allah
memberikan kemenangan, namun ketika mereka kurang memperhatikan kesabaran dan
ketakwaan, mereka pun kalah. Di antara hikmah disebutkan bersamaan kisah perang
Badar dan Uhud adalah bahwa Allah menyukai hamba-Nya apabila mereka tertimpa
musibah yang tidak mereka sukai segera mengingat hal yang mereka cintai,
sehingga musibah menjadi ringan dan membuat mereka bersyukur kepada Allah atas
nikmat yang besar itu.
[2] Hal ini menunjukkan kecemerlangan pendapat Beliau dan
menunjukkan keberaniannya, di mana Beliau yang langsung mengatur posisi kaum
mukmin dalam peperangan.
[3] Peristiwa ini terjadi pada perang Uhud yang menurut
ahli sejarah terjadi pada tahun ke 3 H. Pada waktu itu, Beliau keluar membawa
1.000 orang pasukan atau kurang lima puluh (950 pasukan), sedangkan kaum
musyrikin berjumlah 3.000 orang. Tetapi baru saja Beliau berangkat, keluarlah
dari barisan segolongan kaum munafik yang dipimpin Abdullah bin Ubay, jumlahnya
300 orang. Laskar yang masih setia kepada Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa
sallam terus berangkat bersama Beliau shallalllahu 'alaihi wa sallam, jumlahnya
700 orang. Beliau menempati kaki gunung, dan menjadikan gunung Uhud di belakang
Beliau, saat itu Beliau mengatur barisan dan menempatkan pasukan pemanah di
perbukitan yang dipimpin Abdullah bin Jubair dan berpesan kepada mereka agar
tidak meninggalkan posisinya, baik Beliau menang atau kalah. Awalnya kaum
muslimin menguasai jalan pertempuran itu, akan tetapi karena ada di antara
mereka yang tidak disiplin, maka berubahlah keadaannya; regu pemanah banyak
yang turun dari bukit meninggalkan posisinya, karena melihat ghanimah sudah di
depan mata. Ketika regu pemanah sudah turun, pasukan musyrikin kembali berputar
dari arah lain dipimpin oleh Khalid bin Walid yang ketika itu masih kafir,
akibatnya kaum muslimin terkepung dari depan maupun belakang, pasukan kaum
muslimin pun terpecah belah. Di akhirnya, kaum muslimin berkumpul kembali ke
hadapan Nabi Muhammad shallalllahu 'alaihi wa sallam setelah terpecah belah,
lalu Beliau menarik pasukan ke celah bukit.
[4] Imam Bukhari meriwayatkan dari Jabir, ia berkata:
Ayat ini, "Idz hammat thaa'ifataani…dst." turun berkenaan
dengan kami Bani Salamah dan Bani Haritsah, saya ingin ayat tersebut tidak
turun, tetapi Allah berfirman, "Padahal Allah penolong mereka."
Maksud
kata-kata Jabir, "Saya ingin ayat tersebut tidak turun, tetapi Allah
berfirman, "Padahal Allah penolong mereka" adalah bahwa
zhahirnya ayat tersebut merendahkan mereka, tetapi di akhir ayat sebenarnya
terdapat kemuliaan bagi mereka.
[5] Yakni: Bani Salamah dari suku Khazraj dan Bani
Haritsah dari suku Aus, keduanya dari barisan kaum muslimin. Kedua kabilah itu
ingin mundur melihat Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya mundur, lalu Allah
meneguhkan pendirian mereka sehingga tidak jadi mundur.
[6] Dia memberikan taufiq hamba-hamba-Nya kepada hal yang
terbaik bagi mereka dan melindungi mereka dari hal yang membahayakan mereka. Di
antaranya adalah dengan meneguhkan pendirian mereka, ketika mereka hampir
mundur dan meninggalkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam karena iman
yang ada dalam hati mereka.
[7] Terlebih dalam keadaan mencekam atau dalam
peperangan, mereka butuh bertawakkal, meminta pertolongan dan bantuan Kepada
Tuhannya, serta berlepas dari kemampuan mereka dan bersandar kepada kekuatan
Allah Azza wa Jalla. Dengan itulah, mereka bisa menang dan dapat mengatasi
berbagai cobaan dan ujian.
[8] Ayat ini turun ketika kaum muslimin mengalami
kekalahan dalam perang Uhud untuk mengingatkan mereka nikmat-Nya di perang
Badar.
[9] Perang Badar terjadi pada tahun ke-2 hijriah. Ketika
itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar bersama tiga ratus orang pasukan
dengan maksud mengejar kafilah Quraisy yang pulang dari Syam. Namun berita ini
didengar oleh kaum musyrik, maka mereka segera bersiap-siap untuk mengadakan
perlawanan demi menyelamatkan kafilah mereka. Saat itu, kaum kafir Quraisy
keluar dengan pasukan berjumlah 1.000 orang lengkap dengan peralatan perang,
senjata dan kuda yang banyak. Maka bertempurlah kaum muslim dengan kaum musyrik
di mata air yang bernama "Badar" yang terletak antara Makkah dan
Madinah. Saat itu, Allah memenangkan kaum muslimin, tujuh puluh orang kaum
musyrik terbunuh dan tujuh puluh lagi tertawan.
[10] Keadaan kaum muslimin lemah karena jumlah mereka
sedikit dan perlengkapan mereka kurang mencukupi.
[11] Ayat ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak
bertakwa kepada Allah, maka sama saja ia tidak bersyukur kepada Tuhannya.
[12] Untuk menenteramkan hati mereka.
[13] Dalam surat Al Anfal disebutkan, bahwa Allah
memberikan bantuan dengan 1.000 malaikat. Bantuan dengan 1.000 malaikat adalah
bantuan yang pertama, kemudian bertambah menjadi 3.000 malaikat.
[14] Saat bertempur dengan musuh.
[15] Sehingga kamu tidak khawatir dengan jumlah musuh yang
banyak dan sedikitnya jumlah kamu.
[16] Yakni yang menempatkan sesuatu pada tempatnya dan
bertindak tepat.
Allah
memiliki hikmah mengapa orang-orang kafir terkadang memperoleh kemenangan.
Allah berfirman:
"Dan
masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar
mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang
beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur
sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim,"
(Terj. Ali Imran: 140)
"Demikianlah,
apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah
hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang
syahid pada jalan Allah, maka Allah tidak akan menyia-nyiakan amal
mereka." (Terj. Muhammad: 4)
[17] Dengan dibunuh atau ditawan.
[18] Yakni kalah.
[19] Syaikh As Sa'diy berkata, "Jika anda
memperhatikan kenyataan, niscaya anda akan melihat bahwa pertolongan Allah
kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin antara dua macam ini; tidak lepas
daripadanya, yaitu memberikan kemenangan atau membuat kecewa usaha mereka
(orang-orang kafir)."
[20] Ayat ini turun ketika perang Uhud Nabi Muhammad
shallallahu 'alaihi wa sallam terluka, gigi Beliau pecah dan wajah Beliau
terluka, maka Beliau berkata, "Bagaimana suatu kaum yang melukai wajah
nabi mereka dan memecahkan giginya akan beruntung?" (sebagaimana dalam
Shahih Muslim). Beliau kemudian mendoakan kebinasaan kepada tokoh-tokoh orang
musyrik seperti Abu Sufyan bin Harb, Shafwan bin Umayyah, Suhail bin 'Amr dan
Harits bin Hisyam, maka turunlah ayat ini yang melarang Beliau mendoakan laknat
kepada mereka dan dijauhkan dari rahmat Allah.
Menurut
hadits Anas yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam mendoakan keburukan selama tiga puluh hari di waktu Subuh kepada
mereka yang membunuh beberapa orang di Bi'ruma'unah. Beliau mendoakan keburukan
kepada suku Ri'il, Dzakwan, Lihyan, dan 'Ushayyah yang bermaksiat kepada Allah
dan Rasul-Nya. Anas berkata, "Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat yang
kami baca berkenaan mereka yang membunuh beberapa orang di Bi'ruma'unah,
kemudian dimansukh setelahnya. Mereka (yang mati syahid) menyampaikan, "Sampaikanlah
kepada kaum kami, bahwa kami telah bertemu Tuhan kami, Dia ridha kepada kami
dan kami pun ridha kepada-Nya."
Ayat di atas
bisa turun berkenaan semua itu karena mungkin turunnya tidak segera, dan antara
masing-masing kisah tidak berjauhan terjadinya sehingga mencakup semua itu.
[21] Kewajibanmu hanyalah menyampaikan, membimbing manusia
dan memberitahukan hal yang bermaslahat bagi mereka. Adapun yang demikian
adalah urusan Allah, oleh karena itu bersabarlah. Jika hikmah (kebijaksanaan)
Allah dan rahmat-Nya menghendaki, bisa saja Dia menerima tobat mereka dan
menjadikan mereka masuk Islam, dan jika hikmah-Nya menghendaki, bisa saja
membiarkan mereka di atas kekafiran sehingga mereka akan mendapat siksa.
[22] Hal ini menunjukkan keadilan Allah dan
kebijaksanaan-Nya, di mana Dia meletakkan hukuman pada tempatnya, Dia tidak
menzalimi hamba-Nya, tetapi hamba itulah yang menzalimi dirinya sendiri.
[23] Setelah disebutkan di ayat sebelumnya bahwa
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memiliki hak campur tangan dalam
urusan mereka, Allah menetapkan bahwa yang demikian adalah urusan Allah,
milik-Nya dan ciptaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Jika
demikian, maka makhluk-Nya itu bisa diampuni-Nya dan bisa diberi-Nya azab. Dia
mengampuni siapa yang Dia kehendaki dengan memberinya hidayah Islam sehingga
dosa syirknya diampuni dan mengaruniakan kepadanya meninggalkan maksiat
sehingga dosanya diampuni. Dia juga mengazab siapa yang Dia kehendaki, dengan
menyerahkan urusannya kepada dirinya yang jahil (bodoh) dan zalim sehingga
mengerjakan perbuatan buruk dan akan memperoleh azab-Nya. Di akhir ayat, Allah
menutup dengan dua nama-Nya yang mulia "Al Ghafur & Ar Rahim"
yang menunjukkan luasnya rahmat, ampunan dan ihsan (kebaikan)-Nya. Diakhirinya
dengan dua nama itu menunjukkan bahwa rahmat-Nya mengalahkan kemurkaan-Nya dan
ampunan-Nya mengalahkan siksa-Nya.
[24] Menurut Syaikh As Sa'diy, bahwa hikhmah –dan Allah
yang lebih mengetahui- dimasukkan ayat ini di sela-sela kisah perang Uhud
adalah karena sebelumnya Allah telah menjanjikan, jika mereka bersabar dan
bertakwa, maka Dia akan memenangkan mereka dan mengalahkan musuh mereka, dan
nampaknya jiwa menjadi rindu untuk mengetahui lebih dalam tentang
perkara-perkara takwa yang menjadi sebab kemenangan, keberuntungan dan
kebahagiaan, maka disebutkanlah lafaz takwa tiga kali, yaitu di ayat 130,
131dan 133.
[25] Ditujukan kepada orang-orang yang beriman, karena
hanya orang-orang yang beriman yang dapat melakukan perintah-perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya, di mana iman itu adalah pembenaran yang sempurna
terhadap sesuatu yang wajib dibenarkan dan menghendaki adanya amal dari anggota
badan. Hal ini menunjukkan bahwa iman, tidak hanya ucapan saja, bahkan disertai
amal. Oleh karena itu, para ulama mengatakan bahwa "Al Iman qaul wa
'amal" (Iman adalah ucapan yang didukung oleh hati dan adanya amal).
[26] Menurut sebagian besar ulama adalah bahwa riba itu
selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba yang dimaksud dalam ayat
ini adalah Riba nasiah yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah,
yaitu ketika orang yang berhutang sudah jatuh tempo harus membayar, namun ia belum
mampu, orang yang memberi pinjaman berkata, "Kamu mau membayar hutangmu
atau saya tambah lagi waktunya namun hutangmu juga bertambah".
[27] Yakni dengan meninggalkan segala perbuatan yang
menyebabkan kita masuk neraka berupa kekufuran dan kemaksiatan.
- See more
at:
http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-ali-imran-ayat-121-132_10.html#sthash.Nr19b55p.dpuf
Perang Uhud
terjadi pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 3 H bertempat di kaki bukit Uhud
yang terletak di sebelah utara kota Madinah. Kekalahan pasukan kafir Quraisy
dalam perang Badar, menimbulan dendam terhadap kaum muslimin. Oleh sebab itu,
mereka bertekad untuk mengalahkan dan menghancurkan umat Islam. Agar kekalahan
pahit di perang Badar tidak terulang, maka mereka membentuk pasukan besar yang
berjumlah 3000 orang. Mereka berasal dari berbagai kabilah, seperti kabilah
Quraisy, Tihamah, Kinanah, Bani Al-Harits, bani Al Haun, Bani Al Mustaliq.
Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi yang pada waktu itu belum masuk Islam,
mrerasa khawatir akan keselamatan jiwa keponakannya, maka ia mengutus seorang
kurir untuk memberitahukan kepada Nabi bahwa umat Islam akan mendapat serangan
dari kafir.
Nabi segera
bermusyawarah dengan para sahabat untuk mangambil keputusan. Sebagai sahabat
berpendapat bahwa perang kali ini lebih baik bertahan didalam kota Madinah,
agar dapat melindungi anak-anak, kaum wanita dan para lansia. Namun sebagian
besar sahabat yang lain menganjurkan lebih baik di luar kota, agar tidak
menimbulkan kerusakan total terhadap lingkungan kota, sebab jika pasukan kafir
menang, mereka akan menyisir kota Madinah, membunuh para wanita dan anak-anak,
merusak bangunan dan tumbuh-tumbuhan, serta merampok harta kekayaan warga kota.
Nabi
sebenarnya lebih suka pendapat pertama, namun mayoritas sahabat menyetujui
pendapat kedua, maka suara terbanyak yang diambil keputusan, yaitu menghadapi
pasukan di luat kota Madinah.
Seribu
pasukan dihimpun untuk menghadapi serangan musuh, mereka di berangkatkan menuju
leher bukit Uhud. Namun baru saja berangkat, Abdullah bin Ubay seorang munafik
Madinah mencoba menghasut sebagian pasukan Islam, sehingga sekitar 300 orang
berbelot dan menolak ikut perang. Pasukan muslim hanya tinggal 700 orang.
Setelah
sampai di bukit Uhud, Nabi Muhammad segera mengatur strategi dan taktik
berperang. Lima puluh orang ahli panah yang dipimpin oleh Abdullah bin Jahir
ditempatkan di atas bukit untuk menghadang pasukan kafir yang akan lewat.
Rasulullah berpesan kepada mereka agar tidak meninggalkan tempat, apa pun yang
terjadi dan dalam kondisi bagaimana pun sampai ada komando berikutnya dari
beliau. Pasukan penyerang dan pasukan berkuda ditempatkan di bawah bukit dalam
keadaan siaga penuh.
Perang di
mulai dengan duel satu lawan satu. Pihak musuh menampilkan empat bersaudara,
yaitu Talhah bin Abi Talhah, Usman bin Abi Talhah, As’ad bin Abi Talhah, dan
Musami bin Abi Talhah. Sedangkan dari pihak muslimin hanya menampilkan
dua perwira perkasa, yaitu Ali bin Abi Talhah dan Hamzah bin Abdul Muthalib.
Namun keemapt musuh dari pihak kafir itu dapat ditumpas dengan mudah. Talhah
dan As’ad terbunuh oleh Hamzah, sedangkan Usman dan Musami tewas di tangan Ali.
Perang
massal pun segera berkobar, pasukan muslim berjuang dengan gagah berani, anyak
musuh yang terkapar oleh pedang kaum muslimin. Dalm hitungan jam, pasukan kafir
meninggalkan medan perang. Melihat keadaan itu, pasukan muslim merasa telah
mendapat kemenangan dan mereka ingin segera mendapatkan harta rampasan yang di
tinggalkan musuh, sehingga mereka lupa akan pesan Rasulullah agar tidak meninggalkan
pos sebelum ada komando. Pasukan pemanah berhamburan ke bawah bukit turut
mengumpulkan harta rampasan, sedangkan pada saat yang bersamaan, pasukan
pemanah kafir yang di pimpin oleh Khalid bin Walid segera mengisi tempat yang
di tinggalkan pasukan muslimin.
Maka dalam
waktu sekejap, pasukan kafir yang telah berada dalam posisi strategis dapat
menghancurkan kaum muslimin yang sedang berebut harta ghanimah (harta
rampasan perang). Pasukan Islam terjepit dan banyak yang berguguran.
Di tengah
hiruk pikuk peperangan, muncul kabar bahwa Rasulullah terbunuh. Kabar tersebut
berasal dari pihak orang kafir dengan maksud melemahkan mental pasukan Islam.
Rasululloh sendiri sebenarnya sedang berperang dan beliau terdesak oleh musuh
sehingga terjerembab ke dalam lubang. Namun pasukam Islam yang bertugas
melindungi keselamatan jiwa Nabi seperti Ali bin Abi Thalib, Abu Dujanah, Sa’ad
bin Abi Waqas dan Umu Umarah (pahlawan wanita yang setia membela Rasulullah)
segera sigap menolong beliau. Rasulullah pun dapat terselamatkan dan segera
diserukan kepada kaum muslimin bahwa Rasulullah masih hidup.
Perang terus
berlangsung hingga datanglah Ubay bin Rhalaf sambil menghunus pedang hendak
mencoba membunuh Rasulullah, namun beliau segera sigap mengambil tindakan
mempertahanakan diri dengan menghujamkan pedangnya ke tubuh Ubay bin Rhalaf
hingga tewas. Itulah kali pertama dan terakhir musuh yang tewas di tangan
beliau. Akibat perang yang tak terkendalikan, Rasulullah mendapat luka yang
cukup parah di kening dan anggota tubuh lainnya, gigi gerahamnya patah dan
banyak mengeluarkan darah.
Peperangan
tersebut di menangkan oleh pasukan kafir Quraisy. Kaum muslimin mengalami
kekalahan yang cukup parah. Lebih dari 70 oarng gugur sebagi syuhada dan
puluhan lainnya mengalami luka berat dan ringan. Sedangkan pasukan kafir segera
menarik diri dan beranjak menuju kampung halaman mereka di Mekah.
Dalam perang
ini Rasulullah mendapati kenyataan bahwa kafir menyiksa para tentara Islam yang
telah tidak berdaya hinga tewas mengenaskan. Hal itu terbukti dari pemeriksaan
Rasulullah ternyata ada jenazah kaum msulimin yang hilang telinganya, ada yang
ususnya terburai, dan matanya dicukil dengan ujung pedang.
Lebih parah
lagi ketika beliau menyaksikan jenazah pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib. Jenazah
pama tercinta Rasulullah itu sangat mengenaskan, ususnya terburai, jantung dan
limpanya hilang dimakan oleh Hindun binti Jahsyin, istri Abu Sufyan, telinganya
hancur, dan matanya dicungkil pedang. Rasulullah menangis meneteskan air mata,
seraya bersabda: “Seumur hidupku belum sesedih dan semarah ini. Demi sekiranya
nanti Allah memberi kemenangan kepada kita, mereka akan kuperlakukan menurut
cara yang belum pernah diperbuat oleh bangsa Arab.”
Bagi
Rasulullah saw., Hamzah adalah orang yang paling dihormati dan dicintainya.
Dalam hati Rasulullah ingin rasanya membalaskan dendam terhadap orang-orang
kafir itu. Namun Allah SWT, menurunkan wahyu dalam Surah An-Nahl: 126-127.
“Dan jika
kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih
baik bagi orang yang sabar. Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu
semata-mata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati
terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya
yang mereka rencanakan.” (QS. An-Nahl: 126-127)
MUTIARA
HIKMAH YANG DAPAT DIJADIKAN PELAJARAN
Kisah Perang
Uhud ditulis dalam Surah Ali Imran. Kekalahan di Uhud adalah ujian dari Allah
bagi muslim mukmin dan munafik. Memang benar bahwa pasukan muslim hampir saja
mampu menghabisi kaum Quraisy ketika kemudian perhatian mereka teralihkan.
Ketika tentara muslim melihat para wanita Qurasy mengangkat bajunya sehingga
menampakkan gelang pergelangan kaki dan kaki-kaki mereka, mereka mulai
berteriak-teriak dan menzalimi mereka. Tanpa peduli akan perintah Nabi
Muhammad, mereka meninggalkan tempat jaga mereka dan mengejar wanita-wanita
Quraisy. Karena itulah Allah mengijinkan membunuh muslim yang meninggalkan kedudukannya
sebagai suatu ujian. Tentara muslim kalah karena salah mereka sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar