Selasa, 01 Oktober 2013

TAFSIR AHKAM I






SURAT AL- FATIHAH

                                            
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah
TAFSIR AHKAM I Semester V Jurusan Muamalat A





DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III:


1.      …………..
2.      ………..
3.      …………
4.      ………
5.      ………..
.

     
DOSEN PEMBIMBING:
H…………………., Lc, MA




BADAN LAYANAN UMUM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MADINA
2013
















KATA PENGANTAR



            Puji dan Syukur marilah  sama- sama kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa , yang sampai saat ini masih memberikan nikmat kesehatan dan kesempatan kepada kita semua, sehingga kami masih bisa menyusun makalah yang membahas tentang ‘Surat Al- Fatihah .

Saya  megucapkan Terima Kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah membibing saya  menyusun makalah ini , dan kepada semua pihak yang membantu.

Saya menyadari  bahwa mungkin makalah ini masih banyak kekurangan , untuk itu kami menerima kritikan dari Dosen Pembimbing dan yang membaca makalah ini.





Panyabungan , 6 januari 2020  


                                                                               Penulis









                                                                                                                                                                                         
DAFTAR ISI


                                                                                                    Halaman



KATA PENGANTAR   ........................................................................................       i
DAFTAR ISI   ....................................................................................................        ii

BAB I  :  PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah           …………………………….....…………..     1
B.     Rumusan Masalah         ………………………………....................……..      1

BAB II  : PEMBAHASAN
A.     Pengertian Ekonomi Mikro…………  …………………………………         2
B.     Tujuan Ekonomi Mikro …………..      ……………........................………    2
C.     Ruang Lingkup Ekonomi Mikro…………………………………………    3
                    
BAB III : PENUTUP
1. Kesimpula dan Saran
A.     Kesimpuan       …………………………………………………………..      9
B.     Saran    …………………………………………………………………...    10

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................      11






















                                                        

BAB I
PENDAHULUAN
                                                                       
  1. LATAR BELAKANG MASALAH

         Fatihah artinya pembukaan kitab secara tertulis. Dan dengan Al Fatihah itu dibuka bacaan dalam shalat. Anas Bin Malik meriwayatkan: Al Fatihah itu disebut juga Ummul Kitab menurut jumhur ulama.

          Dalam hadist Shahih diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abu Hurairah : ia menuturkan, Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam bersabda : {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} adalah Ummul Qur’an, Umml Kitab, As Sab’ul matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang) dan Al Qur’anul ‘Adzhim.

          Surat ini disebut juga dengan sebutan Al hamdu dan ash Salah. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, dari Rabb-nya :”Aku membagi shalat antara diriku dengan hambaku dua bagian, jika seseorang mengucapkan {Alhamdulillahir rabbil ‘Alamin} maka Allah berfirman: ‘Aku telah dipuji hambaku.’
                                                                                                 
                                                                       

 
      B. Rumusan Masalah
               - Jelaskan terjemahan, sebab turunnya ayat dan huku yang dapat
                  diaambil  dari surat Al- Fatihah?


BAB II
PEMBAHASAN


  1. PENJELASAN TENTANG AYAT

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
Maknanya; “Aku memulai bacaanku ini seraya meminta barokah dengan menyebut seluruh nama Allah.” Meminta barokah kepada Allah artinya meminta tambahan dan peningkatan amal kebaikan dan pahalanya. Barokah adalah milik Allah. Allah memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Jadi barokah bukanlah milik manusia, yang bisa mereka berikan kepada siapa saja yang mereka kehendaki (Syarhu Ma’aani Suratil Fatihah, Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alus Syaikh hafizhahullah).
Allah adalah satu-satunya sesembahan yang berhak diibadahi dengan disertai rasa cinta, takut dan harap. Segala bentuk ibadah hanya boleh ditujukan kepada-Nya. Ar-Rahman dan Ar-Rahiim adalah dua nama Allah di antara sekian banyak Asma’ul Husna yang dimiliki-Nya. Maknanya adalah Allah memiliki kasih sayang yang begitu luas dan agung. Rahmat Allah meliputi segala sesuatu. Akan tetapi Allah hanya melimpahkan rahmat-Nya yang sempurna kepada hamba-hamba yang bertakwa dan mengikuti ajaran para Nabi dan Rasul. Mereka inilah orang-orang yang akan mendapatkan rahmat yang mutlak yaitu rahmat yang akan mengantarkan mereka menuju kebahagiaan abadi. Adapun orang yang tidak bertakwa dan tidak mengikuti ajaran Nabi maka dia akan terhalangi mendapatkan rahmat yang sempurna ini (lihat Taisir Lathifil Mannaan, hal. 19).

Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.”
Makna الْحَمْدُ لِلَّهِ  adalah pujian kepada Allah karena sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Dan juga karena perbuatan-perbuatanNya yang tidak pernah lepas dari sifat memberikan karunia atau menegakkan keadilan. Perbuatan Allah senantiasa mengandung hikmah yang sempurna. Pujian yang diberikan oleh seorang hamba akan semakin bertambah sempurna apabila diiringi dengan rasa cinta dan ketundukkan dalam dirinya kepada Allah. Karena pujian semata yang tidak disertai dengan rasa cinta dan ketundukkan bukanlah pujian yang sempurna.
Makna dari kata رَبِّ adalah Murabbi (yang mentarbiyah; pembimbing dan pemelihara). Allahlah Zat yang memelihara seluruh alam dengan berbagai macam bentuk tarbiyah. Allahlah yang menciptakan mereka, memberikan rezeki kepada mereka, memberikan nikmat kepada mereka, baik nikmat lahir maupun batin. Inilah bentuk tarbiyah umum yang meliputi seluruh makhluk, yang baik maupun yang jahat. Adapun tarbiyah yang khusus hanya diberikan Allah kepada para Nabi dan pengikut-pengikut mereka.
Dari sini kita mengetahui betapa besar kebutuhan alam semesta ini kepada Rabbul ‘alamiin karena hanya Dialah yang menguasai itu semua. Allah satu-satunya pengatur, pemberi hidayah dan Allah lah Yang Maha kaya. Oleh sebab itu semua makhluk yang ada di langit dan di bumi ini meminta kepada-Nya. Mereka semua meminta kepada-Nya, baik dengan ucapan lisannya maupun dengan ekspresi dirinya. Kepada-Nya lah mereka mengadu dan meminta tolong di saat-saat genting yang mereka alami (lihat Taisir Lathiifil Mannaan, hal. 20).


                               Artinya: “Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
الرَّحمـنِ الرَّحِي adalah nama Allah. Sebagaimana diyakini oleh Ahlusunnah wal Jama’ah bahwa Allah memiliki nama-nama yang terindah. Allah ta’ala berfirman,
“Milik Allah nama-nama yang terindah, maka berdo’alah kepada Allah dengan menyebutnya.” (QS. Al A’raaf: 180)
Setiap nama Allah mengandung sifat. Oleh sebab itu beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keimanan kepada Allah. Dalam mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah ini kaum muslimin terbagi menjadi 3 golongan yaitu: (1) Musyabbihah, (2) Mu’aththilah dan (3) Ahlusunnah wal Jama’ah.

Artinya: “Yang Menguasai pada hari pembalasan.”
مَـالِكِ  adalah zat yang memiliki kekuasaan atau penguasa. Penguasa itu berhak untuk memerintah dan melarang orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Dia juga yang berhak untuk mengganjar pahala dan menjatuhkan hukuman kepada mereka. Dialah yang berkuasa untuk mengatur segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya menurut kehendaknya sendiri. Bagian awal ayat ini boleh dibaca Maalik (dengan memanjangkan mim) atau Malik (dengan memendekkan mim). Maalik maknanya penguasa atau pemilik. Sedangkan Malik maknanya raja.
يَوْمِ الدِّي adalah hari kiamat. Disebut sebagai hari pembalasan karena pada saat itu seluruh umat manusia akan menerima balasan amal baik maupun buruk yang mereka kerjakan sewaktu di dunia. Pada hari itulah tampak dengan sangat jelas bagi manusia kemahakuasaan Allah terhadap seluruh makhluk-Nya. Pada saat itu akan tampak sekali kesempurnaan dari sifat adil dan hikmah yang dimiliki Allah. Pada saat itu seluruh raja dan penguasa yang dahulunya berkuasa di alam dunia sudah turun dari jabatannya. Hanya tinggal Allah sajalah yang berkuasa. Pada saat itu semuanya setara, baik rakyat maupun rajanya, budak maupun orang merdeka.

Artinya: “Hanya kepada-Mu lah Kami beribadah dan hanya kepada-Mu lah Kami meminta pertolongan.”
Maknanya: “Kami hanya menujukan ibadah dan isti’anah (permintaan tolong) kepada-Mu.” Di dalam ayat ini objek kalimat yaitu Iyyaaka diletakkan di depan. Padahal asalnya adalah na’buduka yang artinya Kami menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek kalimat yang seharusnya di belakang menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan. Artinya ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya. Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami menyembah-Mu dan kami tidak menyembah selain-Mu. Kami meminta tolong kepada-Mu dan kami tidak meminta tolong kepada selain-Mu.
Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Ibadah bisa berupa perkataan maupun perbuatan. Ibadah itu ada yang tampak dan ada juga yang tersembunyi. Kecintaan dan ridha Allah terhadap sesuatu bisa dilihat dari perintah dan larangan-Nya. Apabila Allah memerintahkan sesuatu maka sesuatu itu dicintai dan diridai-Nya. Dan sebaliknya, apabila Allah melarang sesuatu maka itu berarti Allah tidak cinta dan tidak ridha kepadanya.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahulah berkata, “Didahulukannya ibadah sebelum isti’anah ini termasuk metode penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih khusus. Dan juga dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah ta’ala di atas hak hamba-Nya….”


Artinya: “Tunjukilah Kami jalan yang lurus.”
Maknanya: “Tunjukilah, bimbinglah dan berikanlah taufik kepada kami untuk meniti shirathal mustaqiim yaitu jalan yang lurus.” Jalan lurus itu adalah jalan yang terang dan jelas serta mengantarkan orang yang berjalan di atasnya untuk sampai kepada Allah dan berhasil menggapai surga-Nya. Hakikat jalan lurus (shirathal mustaqiim) adalah memahami kebenaran dan mengamalkannya.
Oleh karena itu ya Allah, tunjukilah kami menuju jalan tersebut dan ketika kami berjalan di atasnya. Yang dimaksud dengan hidayah menuju jalan lurus yaitu hidayah supaya bisa memeluk erat-erat agama Islam dan meninggalkan seluruh agama yang lainnya. Adapun hidayah di atas jalan lurus ialah hidayah untuk bisa memahami dan mengamalkan rincian-rincian ajaran Islam. Dengan begitu do’a ini merupakan salah satu do’a yang paling lengkap dan merangkum berbagai macam kebaikan dan manfaat bagi diri seorang hamba. Oleh sebab itulah setiap insan wajib memanjatkan do’a ini di dalam setiap rakaat shalat yang dilakukannya. Tidak lain dan tidak bukan karena memang hamba begitu membutuhkan do’a ini (lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39).
           
Artinya: “Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau berikan nikmat atas mereka.”
Siapakah orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah? Di dalam ayat yang lain disebutkan bahwa mereka ini adalah para Nabi, orang-orang yang shiddiq/jujur dan benar, para pejuang Islam yang mati syahid dan orang-orang salih. Termasuk di dalam cakupan ungkapan ‘orang yang diberi nikmat’ ialah setiap orang yang diberi anugerah keimanan kepada Allah ta’ala, mengenal-Nya dengan baik, mengetahui apa saja yang dicintai-Nya, mengerti apa saja yang dimurkai-Nya,
 selain itu dia juga mendapatkan taufik untuk melakukan hal-hal yang dicintai tersebut dan meninggalkan hal-hal yang membuat Allah murka. Jalan inilah yang akan mengantarkan hamba menggapai keridhaan Allah ta’ala. Inilah jalan Islam. Islam yang ditegakkan di atas landasan iman, ilmu, amal dan disertai dengan menjauhi perbuatan-perbuatan syirik dan kemaksiatan.

Artinya: “Bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat.”
Orang yang dimurkai adalah orang yang sudah mengetahui kebenaran akan tetapi tidak mau mengamalkannya. Contohnya adalah kaum Yahudi dan semacamnya. Sedangkan orang yang tersesat adalah orang yang tidak mengamalkan kebenaran gara-gara kebodohan dan kesesatan mereka. Contohnya adalah orang-orang Nasrani dan semacamnya. Sehingga di dalam ayat ini tersimpan motivasi dan dorongan kepada kita supaya menempuh jalan kaum yang shalih. Ayat ini juga memperingatkan kepada kita untuk menjauhi jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang sesat dan menyimpang (lihat Aisarut Tafaasir, hal. 13 dan Taisir Karimir Rahman hal. 39).

   B. ASBABUN NUZUL (SEBAB-SEBAB TURUNNYA) SURAT AL-FATIHAH

        Sebagaimana diriwatkan oleh Ali bin Abi Tholib mantu Rosulullah Muhammad saw: “Surat al-Fatihah turun di Mekah dari perbendaharaan di bawah ‘arsy’”

        Riwayat lain menyatakan, Amr bin Shalih bertutur kepada kami: “Ayahku bertutur kepadaku, dari al-Kalbi, dari Abu Salih, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Nabi berdiri di Mekah, lalu beliau membaca, Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Kemudian orang-orang Quraisy mengatakan, “Semoga Allah menghancurkan mulutmu (atau kalimat senada).”

         Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rosulullah saw. bersabda saat Ubai bin Ka’ab membacakan Ummul Quran pada beliau, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, Allah tidak menurunkan semisal surat ini di dalam Taurat, Injil, Zabur dan al-Quran. Sesungguhnya surat ini adalah as-sab’ul matsani (tujuh kalimat pujian) dan al-Quran al-’Azhim yang diberikan kepadaku.”
C. HUKUM YANG DAPAT DIAMBIL
      - Apakah Bismillah Bagian Dari Al Fatihah?
(1)   Pendapat pertama : Bismillah bagian dari al Fatihah
Madzhab ini berpendapat berdasarkan hadits yg umum dari Nabi dalam riwayat yg panjang ketika Nabi menjelaskan keutamaan al fatihah bhw Alloh tidak menurunkan surat yg setara dgnya baik itu di Taurat, Injil dan Zabur maupun al-Furqon. Ia merupakan 7 ayat yg diucapkan berulang-ulang..(Riwayat Imam Ahmad)
Dan Rosul bersabda, “Sesungguhnya Fatihah itu sebagai 7 ayat yang dibaca berulang-ulang dan sebagai al Qur’an yg mulia yang diberikan kepadaku.” (HR Tirmidzi).

(2) Pendapat Kedua : Bukan merupakan bagian dari ayat al Fatihah.
Pendapat ini yang dipegang oleh Para Imam, termasuk Amirul Mukminin Fi Tafsir : Al Imam AL Hafidz Ibnu Katsir rohimahulloh ta’ala
Dari beberapa risalah yg ana baca dari beberapa ulama (syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh Utsaimin, Syaikh Bin Baz, Syaikh Albani) dan dijelaskan di majalah as-sunnah edisi 04 tahun x/1427 h/2006H….. bahwa : “bahwa, ayat Basmallah di awal setiap surat merupakan ayat al qur’an… namun bukan merupakan bagian dari surat itu
Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bhw pendapat yg shohih (yang kuat dan tegas) bahwa Bismillah merupakan pemisah antar surat, sebagaimana yang dikatakan Imam Mufassir dan Mufassirnya Para Sahabat ridwanullohi ajmain : Ibnu Abbas yg diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, “Bahwa Rosululloh saw tidak mengetahui pemisah surat sehingga diturunkannya ayat : Bismillahirrohmanirrohim….
Adapun Madzhab Kholifah yang 4 (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) mengsirkan bacaannya (yakni menganggap Bismillah bukan ayat dari al fatihah), dan ini madzhab dari Abu Hanifah, Imam Ats-Tsauri dan Ibnu Hambal..
Kemudian dalil hadits yang memperkuat pendapat yg menyatakan bhw Bismillahirrohmanirrohim bukan merupakan ayat dari Al Fatihah salah satunya adalah :
Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi saw, Abu Bakar dan Umar (dan Utsman) mereka semua membuka sholat dengan : Alhamdulillah… (HR Bukhari 743, Muslim 399 dan tambahan dan Utsman dari HR Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik dia berkata, “Aku sholat bersama Rasululloh saw dan bersama Abu Bakar, Umar, Utsman. Aku tidak mendengar seorangpun dari mereka membaca Bismillahirrahmanirrahim..” (HR Muslim 399)
-         APAKAH HUKUM MEMBACA BISMILLAH KETIKA SHALAT?
Membaca Bismillah memiliki beragam cara pandang dikalangan ulama, namun para ulama sepakat bahwa bismillah yang ada pada permulaan surah An-Naml adalah salah satu ayat dari surah tersebut. Adapun bismillah yang tertulis pada awal setiap surah selain pada surah An-Naml, di kalangan ulama terdapat beberapa pendapat, di antaranya sebagai berikut :
Bismillah adalah ayat (bagian) Surah Al-Fatihah.
Karena itu membaca bismillah wajib hukumnya sama wajibnya dengan ayatayat lain dalam surah Al-Fatihah dalam hal dikeraskan suara seperti dalam shalat Shubuh, Magrib dan Isya atau dikecilkannya suara pada shalat tertentu misalnya shalat Dzuhur, Ashar semua rakaat dan shalat Magrib pada rakaat ketiga dan pada shalat Isya di rakaat ketiga dan keempat. Pendapat ini menggunakan dalil berdasarkan hadis Nu’aim al-Mujammir yang berkata :
Artinya“Saya shalat di belakang Abu Hurairah, dia membaca bismillah (dijaharkan) kemudian membaca Ummul Qur’an (surah Al-Fatihah). Dan setelah itu (selesai shalat) Abu Hurairah berkata : Demi Tuhan yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya aku mencontohkan kepadamu shalat yang dilaksanakan Rasulullah saw. Berkata Al-Hafidz dalam kitab الفتح, hadis ini menegaskan keberadaannya menjadi acuan dalam mengeraskan suara membaca bismillah”.
Dalam hadis Abu Hurairah dijelaskan pula :
“Rasulullah saw. Bersabda : Jika kamu membaca surah Al-Fatihah, maka bacalah bismillah. Sesungguhnya bismillah itu salah satu bagian ayat dari surah Al-Fatihah”. H. R. Ad-Daruquthny.
Hadis-hadis ini menjadi dalil yang jelas bahwa membaca bismillah pada setiap membaca ummul kitab (al-Fatihah) dengan menjaharkan (mengeraskan suara) pada shalat yang ayat al-Fatihah lainnya dijaharkan dan mengecilkan suara ketika membaca bismillah pada saat ayat surah al-Fatihah lainnya dikecilkan bacaannya.
-         APAKAH WAJIB MEMBACA AL- FATIHAH DALAM SHALAT?
Membaca Al-Fatihah termasuk rukun shalat pada setiap rakaat, baik bagi imam maupun munfarid (shalat seorang diri) berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wasallam :
( لا صَلاة لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ) رواه البخاري (الأذان/714)
“Tidak (sah) shalat bagi seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah)." (HR.Bukhari, Azan/714)
Sementara bacaan Al-Fatihah bagi makmum di belakang imam dalam shalat jahriyah (shalat yang dikeraskan suaranya), ada dua pendapat ulama dalam masalah ini:
Pendapat pertama: Surat Al-Fatihah wajib dibaca. Dalilnya adalah keumuman sabda Nabi sallallahu’alaihi wasallam,
“Tidak (sah) shalat bagi seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah)”.
Dalil lainnya, ketika Nabi sallallahu’alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang shalatnya keliru, (beliau) memerintahkannya untuk membaca Al-Fatihah. Disamping terdapat riwayat  shahih dari Nabi sallallahu’alaihi wasallam bahwa beliau membacanya pada setiap rakaat.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bari: "Perintah membaca Al-Fatihah telah ditetapkan bagi makmum (dalam shalat) jahriyah tanpa ada batasan. Hal itu sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dalam bab Qira’ah (bacaan)".
Tirmizi, Ibnu Hibban dan yang lainnya menyebutkan sebuah riwayat Makhul dari Mahmud bin Rabi’ dari Ubadah bahwa sesungguhnya terdengar oleh Nabi sallallahu’alaihi wasallam bacaan (seseorang) dalam shalat fajar. Ketika selesai, beliau berkata: “Sepertinya kalian membaca di belakang imam kalian?”. Kami menjawab: “Ya". (Beliau) bersabda: “Jangan kamu lakukan (itu), selain (membaca) Fatihatul Kitab (Al-Fatihah), karena tidak (sah) shalat bagi seseorang yang tidak membacanya.”
Pendapat kedua: Bacaan imam, dianggap sebagai bacaan makmum. Dalilnya adalah firman Allah:
 ( وإذا قُرِئ القرآن فاستمعوا له وانصتوا لعلكم ترحمون )  الأعراف:204
“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (QS. Al-A’raf: 204)
Ibnu Hajar berkata: (Pendapat) yang menggugurkan bacaan Al-Fatihah dalam shalat jahriyah seperti pendapat Malikiyah berdalil dengan hadits
 ( وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا )
                        “Kalau (imam) membaca, maka kalian hendaknya diam”.
Ini adalah hadits shoheh, diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Bagi orang yang megatakan wajib (membaca) Al-Fatihah, mereka mengatakan bahwa (Al-Fatihah) dibaca setelah imam membaca Al-Fatihah dan sebelum memulai membaca surat (Al-Qur’an) lainnya. Atau dibaca ketika ada jedah imam sebentar. Ibnu Hajar berkata: “(Makmud hendaknya) diam ketika imam membaca dan membaca (Al-Fatihah) ketika (imam) diam”.
Syekh Bin Baz berkata: Maksud jeda imam adalah jeda pada saat membaca Al-Fatihah, atau sesudahnya atau jedah saat membaca surat setelahnya. Seandainya imam tidak ada jeda, maka makmum tetap harus membaca Al-Fatihah meskipun saat itu imam dalam kondisi membaca, menurut pendapat yang kuat dari para ulama. (Silahkan lihat Fatawa Syekh Ibnu Baz, 11/221).
Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya seperti pertanyaan di atas, lalu  didijawab: Yang benar di antara pendapat ulama adalah wajib membaca Al-Fatihah dalam shalat bagi munfarid (orang yang shalat seorang diri), imam dan makmun, baik shalat jahriyah maupun sirriyah, karena kebenaran dalil yang (menguatkan) akan hal itu dan dalil yang mengkhususkannya.
Adapun firman Allah:
( وإذا قُرِئ القرآن فاستمعوا له وانصتوا لعلكم ترحمون ) الأعراف /204
“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. (QS. Al-A’raf: 204)
Adalah bersifat umum, begitu juga sabda Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam :
( وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا )
“Kalau (imam) membaca, maka hendaknya kalian diam”.
Adapun hadits :
(من كان له إمام فقراءة الإمام له قراءة )
"Siapa mengikuti imam (dalam shalat), maka bacaan imam adalah bacaan baginya."


















BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
         Fatihah artinya pembukaan kitab secara tertulis. Dan dengan Al Fatihah itu dibuka bacaan dalam shalat. Anas Bin Malik meriwayatkan: Al Fatihah itu disebut juga Ummul Kitab menurut jumhur ulama.

               Surat ini disebut juga dengan sebutan Al hamdu dan ash Salah. Hal itu didasarkan pada sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, dari Rabb-nya :”Aku membagi shalat antara diriku dengan hambaku dua bagian, jika seseorang mengucapkan {Alhamdulillahir rabbil ‘Alamin} maka Allah berfirman: ‘Aku telah dipuji hambaku.’
Sebagaimana diriwatkan oleh Ali bin Abi Tholib mantu Rosulullah Muhammad saw: “Surat al-Fatihah turun di Mekah dari perbendaharaan di bawah ‘arsy’”
Hukum yang dapat diambil :
-         Apakah Bismillah Bagian Dari Al Fatihah
-         Apakah hukum membaca bismillah ketika shalat
-         Apakah wajib membaca al- fatihah dalam shalat
B. SARAN
§       Sebagai Mahasiswa kita perlu dan sudah semestinya mengetahui tentang Surat Al – fatihah sebagi bahan dan ilmu yang harus kita ajarkan kepada orang lain.
§       Surat al- fatihah sangat perlu untuk dipelajrai karena merupakan ummul quran.



DAFTAR PUSTAKA


4.      http://islamqa.info/id/ref/10995

Tidak ada komentar:

Posting Komentar