SURAT AL- FATIHAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah
TAFSIR AHKAM I Semester V Jurusan Muamalat A
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III:
1.
…………..
2.
………..
3.
…………
4.
………
5.
………..
.
DOSEN PEMBIMBING:
H…………………., Lc, MA
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur
marilah sama- sama kita panjatkan kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa , yang sampai saat ini masih memberikan nikmat kesehatan
dan kesempatan kepada kita semua, sehingga kami masih bisa menyusun makalah
yang membahas tentang ‘Surat Al- Fatihah .
Saya megucapkan
Terima Kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah membibing saya menyusun makalah ini , dan kepada semua pihak
yang membantu.
Saya menyadari
bahwa mungkin makalah ini masih banyak kekurangan , untuk itu kami
menerima kritikan dari Dosen Pembimbing dan yang membaca makalah ini.
Panyabungan , 6 januari 2020
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
........................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah …………………………….....………….. 1
B.
Rumusan Masalah ………………………………....................…….. 1
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ekonomi
Mikro………… ………………………………… 2
B.
Tujuan Ekonomi Mikro ………….. ……………........................……… 2
C.
Ruang Lingkup Ekonomi
Mikro………………………………………… 3
BAB III : PENUTUP
1. Kesimpula dan Saran
A.
Kesimpuan ………………………………………………………….. 9
B.
Saran …………………………………………………………………... 10
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
- LATAR BELAKANG MASALAH
Fatihah artinya pembukaan kitab secara
tertulis. Dan dengan Al Fatihah itu dibuka bacaan dalam shalat. Anas Bin Malik
meriwayatkan: Al Fatihah itu disebut juga Ummul Kitab menurut jumhur ulama.
Dalam hadist Shahih diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abu Hurairah : ia
menuturkan, Rasulullah sholallhu ‘alaihi wasallam bersabda : {الْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ} adalah Ummul Qur’an, Umml Kitab, As Sab’ul matsani (tujuh
ayat yang dibaca berulang-ulang) dan Al Qur’anul ‘Adzhim.
Surat
ini disebut juga dengan sebutan Al hamdu dan ash Salah. Hal itu didasarkan pada
sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, dari Rabb-nya :”Aku membagi
shalat antara diriku dengan hambaku dua bagian, jika seseorang mengucapkan
{Alhamdulillahir rabbil ‘Alamin} maka Allah berfirman: ‘Aku telah dipuji
hambaku.’
B. Rumusan Masalah
- Jelaskan terjemahan,
sebab turunnya ayat dan huku yang dapat
diaambil dari surat Al- Fatihah?
BAB II
PEMBAHASAN
- PENJELASAN TENTANG AYAT
Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.”
Maknanya; “Aku memulai bacaanku ini seraya meminta
barokah dengan menyebut seluruh nama Allah.” Meminta barokah kepada Allah
artinya meminta tambahan dan peningkatan amal kebaikan dan pahalanya. Barokah
adalah milik Allah. Allah memberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Jadi barokah bukanlah milik manusia, yang bisa mereka berikan kepada siapa saja
yang mereka kehendaki (Syarhu Ma’aani Suratil Fatihah, Syaikh Shalih
bin Abdul ‘Aziz Alus Syaikh hafizhahullah).
Allah adalah satu-satunya sesembahan yang berhak
diibadahi dengan disertai rasa cinta, takut dan harap. Segala bentuk ibadah
hanya boleh ditujukan kepada-Nya. Ar-Rahman dan Ar-Rahiim
adalah dua nama Allah di antara sekian banyak Asma’ul Husna yang
dimiliki-Nya. Maknanya adalah Allah memiliki kasih sayang yang begitu luas dan
agung. Rahmat Allah meliputi segala sesuatu. Akan tetapi Allah hanya
melimpahkan rahmat-Nya yang sempurna kepada hamba-hamba yang bertakwa dan
mengikuti ajaran para Nabi dan Rasul. Mereka inilah orang-orang yang akan
mendapatkan rahmat yang mutlak yaitu rahmat yang akan mengantarkan mereka
menuju kebahagiaan abadi. Adapun orang yang tidak bertakwa dan tidak mengikuti
ajaran Nabi maka dia akan terhalangi mendapatkan rahmat yang sempurna ini
(lihat Taisir Lathifil Mannaan, hal. 19).
Artinya: “Segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian
alam.”
Makna الْحَمْدُ لِلَّهِ adalah pujian kepada Allah karena sifat-sifat
kesempurnaan-Nya. Dan juga karena perbuatan-perbuatanNya yang tidak pernah
lepas dari sifat memberikan karunia atau menegakkan keadilan. Perbuatan Allah
senantiasa mengandung hikmah yang sempurna. Pujian yang diberikan oleh seorang
hamba akan semakin bertambah sempurna apabila diiringi dengan rasa cinta dan
ketundukkan dalam dirinya kepada Allah. Karena pujian semata yang tidak
disertai dengan rasa cinta dan ketundukkan bukanlah pujian yang sempurna.
Makna dari kata رَبِّ adalah Murabbi (yang mentarbiyah; pembimbing
dan pemelihara). Allahlah Zat yang memelihara seluruh alam dengan berbagai
macam bentuk tarbiyah. Allahlah yang menciptakan mereka, memberikan rezeki
kepada mereka, memberikan nikmat kepada mereka, baik nikmat lahir maupun batin.
Inilah bentuk tarbiyah umum yang meliputi seluruh makhluk, yang baik maupun
yang jahat. Adapun tarbiyah yang khusus hanya diberikan Allah kepada para Nabi
dan pengikut-pengikut mereka.
Dari sini kita
mengetahui betapa besar kebutuhan alam semesta ini kepada Rabbul ‘alamiin
karena hanya Dialah yang menguasai itu semua. Allah satu-satunya pengatur,
pemberi hidayah dan Allah lah Yang Maha kaya. Oleh sebab itu semua makhluk yang
ada di langit dan di bumi ini meminta kepada-Nya. Mereka semua meminta
kepada-Nya, baik dengan ucapan lisannya maupun dengan ekspresi dirinya.
Kepada-Nya lah mereka mengadu dan meminta tolong di saat-saat genting yang
mereka alami (lihat Taisir Lathiifil Mannaan, hal. 20).
Artinya: “Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”
الرَّحمـنِ الرَّحِي adalah nama Allah.
Sebagaimana diyakini oleh Ahlusunnah wal Jama’ah bahwa Allah memiliki nama-nama
yang terindah. Allah ta’ala berfirman,
“Milik Allah nama-nama yang terindah, maka berdo’alah kepada Allah
dengan menyebutnya.” (QS. Al A’raaf: 180)
Setiap nama Allah mengandung sifat. Oleh sebab itu
beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari keimanan kepada Allah. Dalam mengimani nama-nama dan
sifat-sifat Allah ini kaum muslimin terbagi menjadi 3 golongan yaitu: (1) Musyabbihah, (2) Mu’aththilah dan (3)
Ahlusunnah wal Jama’ah.
Artinya: “Yang Menguasai pada hari pembalasan.”
مَـالِكِ adalah zat yang memiliki
kekuasaan atau penguasa. Penguasa itu berhak untuk memerintah dan melarang
orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Dia juga yang berhak untuk
mengganjar pahala dan menjatuhkan hukuman kepada mereka. Dialah yang berkuasa
untuk mengatur segala sesuatu yang berada di bawah kekuasaannya menurut
kehendaknya sendiri. Bagian awal ayat ini boleh dibaca Maalik (dengan
memanjangkan mim) atau Malik (dengan memendekkan mim).
Maalik maknanya penguasa atau pemilik. Sedangkan Malik
maknanya raja.
يَوْمِ الدِّي adalah hari kiamat. Disebut
sebagai hari pembalasan karena pada saat itu seluruh umat manusia akan menerima
balasan amal baik maupun buruk yang mereka kerjakan sewaktu di dunia. Pada hari
itulah tampak dengan sangat jelas bagi manusia kemahakuasaan Allah terhadap
seluruh makhluk-Nya. Pada saat itu akan tampak sekali kesempurnaan dari sifat
adil dan hikmah yang dimiliki Allah. Pada saat itu seluruh raja dan penguasa
yang dahulunya berkuasa di alam dunia sudah turun dari jabatannya. Hanya tinggal
Allah sajalah yang berkuasa. Pada saat itu semuanya setara, baik rakyat maupun
rajanya, budak maupun orang merdeka.
Artinya: “Hanya kepada-Mu lah Kami beribadah dan hanya kepada-Mu
lah Kami meminta pertolongan.”
Maknanya: “Kami hanya menujukan ibadah dan isti’anah
(permintaan tolong) kepada-Mu.” Di dalam ayat ini objek kalimat yaitu Iyyaaka
diletakkan di depan. Padahal asalnya adalah na’buduka yang artinya
Kami menyembah-Mu. Dengan mendahulukan objek kalimat yang seharusnya di
belakang menunjukkan adanya pembatasan dan pengkhususan. Artinya ibadah hanya
boleh ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menujukan ibadah kepada selain-Nya.
Sehingga makna dari ayat ini adalah, ‘Kami menyembah-Mu dan kami tidak
menyembah selain-Mu. Kami meminta tolong kepada-Mu dan kami tidak meminta
tolong kepada selain-Mu.
Ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai
oleh Allah. Ibadah bisa berupa perkataan maupun perbuatan. Ibadah itu ada yang
tampak dan ada juga yang tersembunyi. Kecintaan dan ridha Allah terhadap sesuatu
bisa dilihat dari perintah dan larangan-Nya. Apabila Allah memerintahkan
sesuatu maka sesuatu itu dicintai dan diridai-Nya. Dan sebaliknya, apabila
Allah melarang sesuatu maka itu berarti Allah tidak cinta dan tidak ridha
kepadanya.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahulah
berkata, “Didahulukannya ibadah sebelum isti’anah ini termasuk metode
penyebutan sesuatu yang lebih umum sebelum sesuatu yang lebih khusus. Dan juga
dalam rangka lebih mengutamakan hak Allah ta’ala di atas hak hamba-Nya….”
Artinya: “Tunjukilah Kami jalan yang lurus.”
Maknanya: “Tunjukilah, bimbinglah dan berikanlah
taufik kepada kami untuk meniti shirathal mustaqiim yaitu jalan yang lurus.”
Jalan lurus itu adalah jalan yang terang dan jelas serta mengantarkan orang yang
berjalan di atasnya untuk sampai kepada Allah dan berhasil menggapai surga-Nya.
Hakikat jalan lurus (shirathal mustaqiim) adalah memahami kebenaran
dan mengamalkannya.
Oleh karena itu ya Allah, tunjukilah kami menuju jalan
tersebut dan ketika kami berjalan di atasnya. Yang dimaksud dengan hidayah
menuju jalan lurus yaitu hidayah supaya bisa memeluk erat-erat agama Islam dan
meninggalkan seluruh agama yang lainnya. Adapun hidayah di atas jalan lurus
ialah hidayah untuk bisa memahami dan mengamalkan rincian-rincian ajaran Islam.
Dengan begitu do’a ini merupakan salah satu do’a yang paling lengkap dan
merangkum berbagai macam kebaikan dan manfaat bagi diri seorang hamba. Oleh
sebab itulah setiap insan wajib memanjatkan do’a ini di dalam setiap rakaat shalat
yang dilakukannya. Tidak lain dan tidak bukan karena memang hamba begitu
membutuhkan do’a ini (lihat Taisir Karimir Rahman, hal. 39).
Artinya: “Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau berikan nikmat
atas mereka.”
Siapakah orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah? Di
dalam ayat yang lain disebutkan bahwa mereka ini adalah para Nabi, orang-orang
yang shiddiq/jujur dan benar, para pejuang Islam yang mati syahid dan
orang-orang salih. Termasuk di dalam cakupan ungkapan ‘orang yang diberi
nikmat’ ialah setiap orang yang diberi anugerah keimanan kepada Allah
ta’ala, mengenal-Nya dengan baik, mengetahui apa saja yang dicintai-Nya,
mengerti apa saja yang dimurkai-Nya,
selain itu dia
juga mendapatkan taufik untuk melakukan hal-hal yang dicintai tersebut dan
meninggalkan hal-hal yang membuat Allah murka. Jalan inilah yang akan
mengantarkan hamba menggapai keridhaan Allah ta’ala. Inilah jalan Islam. Islam
yang ditegakkan di atas landasan iman, ilmu, amal dan disertai dengan menjauhi
perbuatan-perbuatan syirik dan kemaksiatan.
Artinya: “Bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan
pula jalan orang-orang yang tersesat.”
Orang yang dimurkai adalah orang yang sudah mengetahui
kebenaran akan tetapi tidak mau mengamalkannya. Contohnya adalah kaum Yahudi
dan semacamnya. Sedangkan orang yang tersesat adalah orang yang tidak
mengamalkan kebenaran gara-gara kebodohan dan kesesatan mereka. Contohnya
adalah orang-orang Nasrani dan semacamnya. Sehingga di dalam ayat ini tersimpan
motivasi dan dorongan kepada kita supaya menempuh jalan kaum yang shalih. Ayat
ini juga memperingatkan kepada kita untuk menjauhi jalan yang ditempuh oleh
orang-orang yang sesat dan menyimpang (lihat Aisarut Tafaasir, hal. 13
dan Taisir Karimir Rahman hal. 39).
B. ASBABUN NUZUL (SEBAB-SEBAB TURUNNYA) SURAT AL-FATIHAH
Sebagaimana diriwatkan oleh Ali bin Abi Tholib mantu Rosulullah Muhammad saw: “Surat al-Fatihah turun di Mekah dari perbendaharaan di bawah ‘arsy’”
Riwayat lain menyatakan, Amr bin Shalih bertutur kepada kami: “Ayahku bertutur kepadaku, dari al-Kalbi, dari Abu Salih, dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Nabi berdiri di Mekah, lalu beliau membaca, Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Kemudian orang-orang Quraisy mengatakan, “Semoga Allah menghancurkan mulutmu (atau kalimat senada).”
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Rosulullah saw. bersabda saat Ubai bin Ka’ab membacakan Ummul Quran pada beliau, “Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, Allah tidak menurunkan semisal surat ini di dalam Taurat, Injil, Zabur dan al-Quran. Sesungguhnya surat ini adalah as-sab’ul matsani (tujuh kalimat pujian) dan al-Quran al-’Azhim yang diberikan kepadaku.”
C. HUKUM YANG
DAPAT DIAMBIL
- Apakah Bismillah Bagian Dari Al Fatihah?
(1)
Pendapat pertama :
Bismillah bagian dari al Fatihah
Madzhab ini berpendapat berdasarkan hadits yg umum dari Nabi dalam riwayat yg panjang ketika Nabi menjelaskan keutamaan al fatihah bhw Alloh tidak menurunkan surat yg setara dgnya baik itu di Taurat, Injil dan Zabur maupun al-Furqon. Ia merupakan 7 ayat yg diucapkan berulang-ulang..(Riwayat Imam Ahmad)
Madzhab ini berpendapat berdasarkan hadits yg umum dari Nabi dalam riwayat yg panjang ketika Nabi menjelaskan keutamaan al fatihah bhw Alloh tidak menurunkan surat yg setara dgnya baik itu di Taurat, Injil dan Zabur maupun al-Furqon. Ia merupakan 7 ayat yg diucapkan berulang-ulang..(Riwayat Imam Ahmad)
Dan Rosul bersabda, “Sesungguhnya Fatihah itu sebagai 7 ayat yang
dibaca berulang-ulang dan sebagai al Qur’an yg mulia yang diberikan kepadaku.”
(HR Tirmidzi).
(2) Pendapat Kedua : Bukan merupakan bagian dari ayat al Fatihah.
Pendapat ini yang dipegang oleh Para Imam, termasuk Amirul Mukminin
Fi Tafsir : Al Imam AL Hafidz Ibnu
Katsir rohimahulloh ta’ala…
Dari beberapa risalah yg ana baca dari beberapa ulama (syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah, Syaikh Utsaimin, Syaikh Bin Baz, Syaikh Albani) dan
dijelaskan di majalah as-sunnah edisi 04 tahun x/1427 h/2006H….. bahwa :
“bahwa, ayat Basmallah di awal setiap surat
merupakan ayat al qur’an… namun bukan merupakan bagian dari surat itu
Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bhw pendapat yg shohih
(yang kuat dan tegas) bahwa Bismillah merupakan pemisah antar surat,
sebagaimana yang dikatakan Imam Mufassir dan Mufassirnya Para Sahabat
ridwanullohi ajmain : Ibnu Abbas yg diriwayatkan oleh Al Imam Abu Dawud, “Bahwa
Rosululloh saw tidak mengetahui pemisah surat
sehingga diturunkannya ayat : Bismillahirrohmanirrohim….
Adapun Madzhab Kholifah yang 4 (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali)
mengsirkan bacaannya (yakni menganggap Bismillah bukan ayat dari al fatihah),
dan ini madzhab dari Abu Hanifah, Imam Ats-Tsauri dan Ibnu Hambal..
Kemudian dalil hadits yang memperkuat pendapat yg menyatakan bhw
Bismillahirrohmanirrohim bukan merupakan ayat dari Al Fatihah salah satunya
adalah :
Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi
saw, Abu Bakar dan Umar (dan Utsman) mereka semua membuka sholat dengan :
Alhamdulillah… (HR Bukhari 743, Muslim 399 dan
tambahan dan Utsman dari HR Tirmidzi)
Dari Anas bin Malik dia berkata,
“Aku sholat bersama Rasululloh saw dan bersama Abu Bakar, Umar, Utsman. Aku
tidak mendengar seorangpun dari mereka membaca Bismillahirrahmanirrahim..” (HR Muslim 399)
-
APAKAH HUKUM MEMBACA BISMILLAH KETIKA
SHALAT?
Membaca
Bismillah memiliki beragam cara pandang
dikalangan ulama, namun para ulama sepakat bahwa bismillah yang ada pada
permulaan surah An-Naml adalah salah satu ayat dari surah tersebut. Adapun
bismillah yang tertulis pada awal setiap surah selain pada surah An-Naml, di
kalangan ulama terdapat beberapa pendapat, di antaranya sebagai berikut :
Bismillah adalah ayat (bagian) Surah Al-Fatihah.
Bismillah adalah ayat (bagian) Surah Al-Fatihah.
Karena itu membaca bismillah wajib hukumnya sama wajibnya
dengan ayatayat lain dalam surah Al-Fatihah dalam hal dikeraskan suara seperti
dalam shalat Shubuh, Magrib dan Isya atau dikecilkannya suara pada shalat
tertentu misalnya shalat Dzuhur, Ashar semua rakaat dan shalat Magrib pada rakaat
ketiga dan pada shalat Isya di rakaat ketiga dan keempat. Pendapat ini
menggunakan dalil berdasarkan hadis Nu’aim al-Mujammir yang berkata :
Artinya“Saya shalat di
belakang Abu Hurairah, dia membaca bismillah (dijaharkan) kemudian
membaca Ummul Qur’an (surah Al-Fatihah). Dan setelah itu (selesai shalat) Abu
Hurairah berkata : Demi Tuhan yang diriku berada dalam kekuasaan-Nya,
sesungguhnya aku mencontohkan kepadamu shalat yang dilaksanakan Rasulullah saw.
Berkata Al-Hafidz dalam kitab الفتح, hadis ini menegaskan keberadaannya menjadi
acuan dalam mengeraskan suara membaca bismillah”.
Dalam hadis Abu
Hurairah dijelaskan pula :
“Rasulullah saw. Bersabda : Jika kamu membaca surah Al-Fatihah, maka bacalah bismillah. Sesungguhnya bismillah itu salah satu bagian ayat dari surah Al-Fatihah”. H. R. Ad-Daruquthny.
“Rasulullah saw. Bersabda : Jika kamu membaca surah Al-Fatihah, maka bacalah bismillah. Sesungguhnya bismillah itu salah satu bagian ayat dari surah Al-Fatihah”. H. R. Ad-Daruquthny.
Hadis-hadis ini menjadi dalil yang jelas bahwa membaca bismillah
pada setiap membaca ummul kitab (al-Fatihah) dengan menjaharkan (mengeraskan
suara) pada shalat yang ayat al-Fatihah lainnya dijaharkan dan mengecilkan
suara ketika membaca bismillah pada saat ayat surah al-Fatihah lainnya
dikecilkan bacaannya.
-
APAKAH WAJIB MEMBACA AL- FATIHAH DALAM SHALAT?
Membaca Al-Fatihah termasuk rukun shalat
pada setiap rakaat, baik bagi imam maupun munfarid (shalat seorang diri)
berdasarkan sabda Nabi sallallahu’alaihi wasallam :
( لا صَلاة لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ
الْكِتَابِ ) رواه البخاري (الأذان/714)
“Tidak (sah) shalat bagi seseorang yang
tidak membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah)." (HR.Bukhari, Azan/714)
Sementara bacaan Al-Fatihah bagi makmum di
belakang imam dalam shalat jahriyah (shalat yang dikeraskan suaranya), ada dua
pendapat ulama dalam masalah ini:
Pendapat
pertama: Surat
Al-Fatihah wajib dibaca. Dalilnya adalah keumuman sabda Nabi sallallahu’alaihi
wasallam,
“Tidak (sah) shalat bagi seseorang yang
tidak membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah)”.
Dalil lainnya, ketika Nabi
sallallahu’alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang shalatnya keliru,
(beliau) memerintahkannya untuk membaca Al-Fatihah. Disamping terdapat
riwayat shahih dari Nabi sallallahu’alaihi wasallam bahwa beliau
membacanya pada setiap rakaat.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan dalam
Fathul Bari: "Perintah membaca Al-Fatihah telah ditetapkan bagi makmum
(dalam shalat) jahriyah tanpa ada batasan. Hal itu sebagaimana diriwayatkan
oleh Bukhari dalam bab Qira’ah (bacaan)".
Tirmizi, Ibnu Hibban dan yang lainnya
menyebutkan sebuah riwayat Makhul dari Mahmud bin Rabi’ dari Ubadah bahwa
sesungguhnya terdengar oleh Nabi sallallahu’alaihi wasallam bacaan (seseorang)
dalam shalat fajar. Ketika selesai, beliau berkata: “Sepertinya kalian membaca
di belakang imam kalian?”. Kami menjawab: “Ya". (Beliau) bersabda: “Jangan
kamu lakukan (itu), selain (membaca) Fatihatul Kitab (Al-Fatihah), karena tidak
(sah) shalat bagi seseorang yang tidak membacanya.”
Pendapat
kedua: Bacaan imam, dianggap sebagai bacaan makmum.
Dalilnya adalah firman Allah:
(
وإذا قُرِئ القرآن فاستمعوا له وانصتوا لعلكم ترحمون ) الأعراف:204
“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat”. (QS. Al-A’raf: 204)
Ibnu Hajar berkata: (Pendapat) yang
menggugurkan bacaan Al-Fatihah dalam shalat jahriyah seperti pendapat Malikiyah
berdalil dengan hadits
(
وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا )
“Kalau (imam) membaca,
maka kalian hendaknya diam”.
Ini adalah hadits shoheh, diriwayatkan
oleh Muslim dari hadits Abu Musa Al-Asy’ari. Bagi orang yang megatakan wajib
(membaca) Al-Fatihah, mereka mengatakan bahwa (Al-Fatihah) dibaca setelah imam
membaca Al-Fatihah dan sebelum memulai membaca surat (Al-Qur’an) lainnya. Atau dibaca ketika
ada jedah imam sebentar. Ibnu Hajar berkata: “(Makmud hendaknya) diam ketika
imam membaca dan membaca (Al-Fatihah) ketika (imam) diam”.
Syekh Bin Baz berkata: Maksud jeda imam
adalah jeda pada saat membaca Al-Fatihah, atau sesudahnya atau jedah saat
membaca surat
setelahnya. Seandainya imam tidak ada jeda, maka makmum tetap harus membaca
Al-Fatihah meskipun saat itu imam dalam kondisi membaca, menurut pendapat yang
kuat dari para ulama. (Silahkan lihat Fatawa Syekh Ibnu Baz, 11/221).
Al-Lajnah Ad-Daimah ditanya seperti
pertanyaan di atas, lalu didijawab: Yang benar di antara pendapat ulama
adalah wajib membaca Al-Fatihah dalam shalat bagi munfarid (orang yang shalat
seorang diri), imam dan makmun, baik shalat jahriyah maupun sirriyah, karena
kebenaran dalil yang (menguatkan) akan hal itu dan dalil yang mengkhususkannya.
Adapun firman Allah:
(
وإذا قُرِئ القرآن فاستمعوا له وانصتوا لعلكم ترحمون ) الأعراف /204
“Dan apabila dibacakan Al-Quran, maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat”. (QS. Al-A’raf: 204)
Adalah bersifat umum, begitu juga sabda Rasulullah sallallahu’alaihi
wasallam :
(
وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا )
“Kalau (imam) membaca, maka hendaknya kalian diam”.
Adapun hadits :
(من
كان له إمام فقراءة الإمام له قراءة )
"Siapa mengikuti imam (dalam shalat),
maka bacaan imam adalah bacaan baginya."
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fatihah artinya pembukaan kitab secara
tertulis. Dan dengan Al Fatihah itu dibuka bacaan dalam shalat. Anas Bin Malik
meriwayatkan: Al Fatihah itu disebut juga Ummul Kitab menurut jumhur ulama.
Surat
ini disebut juga dengan sebutan Al hamdu dan ash Salah. Hal itu didasarkan pada
sabda Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasallam, dari Rabb-nya :”Aku membagi
shalat antara diriku dengan hambaku dua bagian, jika seseorang mengucapkan
{Alhamdulillahir rabbil ‘Alamin} maka Allah berfirman: ‘Aku telah dipuji
hambaku.’
Sebagaimana diriwatkan oleh Ali bin
Abi Tholib mantu Rosulullah Muhammad saw: “Surat al-Fatihah turun di Mekah dari
perbendaharaan di bawah ‘arsy’”
Hukum yang dapat diambil :
-
Apakah Bismillah Bagian Dari Al
Fatihah
-
Apakah hukum membaca
bismillah ketika shalat
-
Apakah wajib membaca al-
fatihah dalam shalat
B. SARAN
§ Sebagai Mahasiswa kita perlu dan sudah semestinya mengetahui tentang
Surat Al – fatihah sebagi bahan dan ilmu yang harus kita ajarkan kepada orang
lain.
§ Surat al- fatihah sangat perlu untuk dipelajrai karena merupakan ummul
quran.
DAFTAR PUSTAKA
4.
http://islamqa.info/id/ref/10995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar